By KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN
11/15/2010 Seri konsultasi hukum
Pengembalian
Uang Korupsi
TANYA: Bagaimana
seandainya uang yang dituduhkan aparat sebagai korupsi dikembalikan ke kas
negara. Kebetulan jumlahnya tidak banyak. Bukan berarti mengakui korupsi. Hanya
upaya menghindari proses hukum yang panjang dan melelahkan serta mengancam
reputasi politik saya. Dengan pengembalian tersebut, apakah otomatis kasus saya
dapat dihentikan, atau apakah tuduhan korupsi otomatis hilang? Terima kasih.
Bapak Y.
JAWAB:
Tidak.
Pengembalian uang negara yang dikorupsi tidak otomatis menghilangkan sifat
melawan hukum suatu perbuatan. Artinya, proses hukum bisa saja jalan tersus.
Hanya saja di pengadilan hakim dapat memperingan hukuman dengan
mempertimbangkan pengembalian uang negara tersebut, ini tentu kalau dakwaan
jaksa terbukti.
Logikanya sangat sederhana. Kalaulah seseorang
diampuni atau dihentikan pengusutan kasusnya karena mengembalikan uang negara
yang dikorupsinya maka akan menjadi isyarat bagi banyak orang. Bahwa silahkan
saja korupsi toh nanti kalau ketahuan uangnya bisa dikembalikan lagi dan pelaku
bebas dari jerat hukum. Jika demikian halnya, akan banyak orang yang coba-coba
korupsi, untung-untungan siapa tahu tidak terendus aparat.
Untuk diketahui bahwa dalam tindak pidana korupsi (tipikor)
yang dihukum adalah perbuatan, tindakan, atau aksinya. Bukan akibat suatu
perbuatan, dalam hal ini kerugian keuangan negara. Sehingga dalam skema doktrin
ilmu hukum, tipikor tergolong sebagai tindak pidana (delik) formil, sama dengan
delik pencurian (Pasal 362 KUHP) dan makar (Pasal 104 dst KUHP).
Perhatikan unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal
2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU PTKP) yang meliputi: (i) unsur perbuatan melawan hukum; (ii) unsur
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; dan (iii) unsur dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Kata ‘dapat’ sebelum frase ‘merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara’ menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi
merupakan delik formil. Artinya, adanya tindak pidana korupsi cukup dengan
dipenuhinya unsur perbuatan yang dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat
(kerugian negara atau perekonomian negara). Jadi bukan delik materil, yang
mensyaratkan akibat perbuatan berupa kerugian yang timbul tersebut harus telah
terjadi. Sehingga Pasal 4 UU PTKP menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara
atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTKP tersebut. Hal ini sudah
diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 003/PUU-IV/2006.
Dalam tradisi pembuktian di pengadilan dan
yurisprudensi putusan MK di atas, kerugian keuangan negara atau perekonomian
negara tersebut bukan hanya kerugian yang telah nyata dan pasti jumlahnya (actual lost) namun juga kerugian yang potensial sifatnya (potential lost).
Memang, kalau uang negara yang dikorupsi
dikembalikan maka otomatis tidak ada lagi kerugian negara. Namun, pelaku masih
bisa dijerat hukum bila unsur-unsur tipikor lainnya terpenuhi. Karena untuk menghukum
pelaku, cukup unsur dakwaan lain berupa unsur memperkaya diri atau orang lain
atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum (wederrectelijk), telah terbukti.
Pendek kata, unsur kerugian negara dalam tindak
pidana korupsi hanya unsur pelengkap belaka. Asalkan dua unsur sebelumnya
terpenuhi, suatu perbuatan sudah dapat dikategorikan sebagai korupsi, terlepas
apakah ada kerugian negara atau tidak. Selebihnya tergantung kepada penegak
hukum. Karena di tangan penegak hukum yang tidak cakap dan korup, undang-undang
pun bisa dilipat, dan segala hal menjadi mungkin.[SUTOMO, SH]
S U T O M O, S.H.
KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN
ADVOKAT & KONSULTAN HUKUMTindak pidana korupsi, ketenagakerjaan, hukum bisnis, perkawinan, dan tata usaha negara. Advokat PERADI (NIA 07.11029), alumni dengan yudisium Cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, dengan minat yang luas dan aktif sebagai penulis di media massa. Jl. R…
Ironis, Kebenaran Formil Jadi "Raja" Dalam Perkara Pidana
Aturan Safety Riding Lampu Siang Hari
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Salah Paham Terhadap Praktik Outsourcing
Pengeritik Kok Disuruh Cari Solusi