By KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN
11/15/2010
Seri Konsultasi Hukum
MLM vs Money Game
TANYA:
Pengasuh Konsultasi Hukum Yth, saya mahasiswa baru yang seperti rekan
mahasiswa baru lainnya, diajak oleh senior ikut multi-level marketing (MLM).
Kami harus setor Rp 2 juta. Selain itu, ada kewajiban untuk mencari down line dan target penjualan. Bagaimana
menurut hukum MLM ini? Mohon penjelasannya.
HrY, Padang.
JAWAB:
Globalisasi ekonomi mendorong perkembangan baru
dibidang pemasaran produk barang dan jasa. Salah satu inovasi dibidang
pemasaran yang berdampak luar biasa bagi ekonomi dunia adalah Multi-Level
Marketing (MLM) atau Direct Selling (DS), Penjualan Berjenjang, Penjualan
Langsung, atau Perniagaan Pelbagai Aras dalam istilah orang Malaysia. Saat ini
saja tidak kurang 5,5 juta orang Indonesia hidup dari perniagaan ini.
Total penjualan dan jumlah distributor terus
meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Asosiasi Penjualan Langsung
Indonesia (APLI), kurun 2003 saja tidak kurang Rp 5,3 triliun uang dihasilkan
oleh penjualan melalui MLM oleh 5.427.310 orang distributor.
Per definisi, MLM adalah penjualan/memasarkan langsung suatu produk
baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Karena sifat penjualanannya
adalah langsung, maka biaya distribusi sangat minimal atau sampai titik nol.
Sistem pemasaran ini juga menghilangkan biaya promosi karena baik
distribusi maupun promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem
berjenjang (pelevelan).
Selain itu, perniagaan ini tanpa resiko, jikapun anggota rugi maka
hanya rugi sedikit (MLM yang baik modal distributor kecil atau bahkan tanpa
modal sama sekali).
Secara umum ada dua jenis komoditas MLM, (1) bidang keuangan dan (2)
bidang consumers goods (sejenis obat-obatan, kosmetik dan kebutuhan
sehari-hari).
Menurut perspektif hukum syara’ (syariah), MLM dalam literatur Fiqh
Islam masuk dalam pembahasan Fiqh Muammalah atau bab Buyu’ (Perdagangan), hukum
asalnya adalah mubah (QS Al Baqarah 275, QS Al Maidah 2; berbagai hadist HR al-
Baihaqi dan Ibnu Majah; HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim, lebih lanjut silahkan
lihat M. Syafii Antonio dalam www.syariahonline.com/jawaban/00000051.htm).
Sementara dalam sudut pandang hukum
konvensional-positif, MLM tergolong dalam perikatan (verbintenis) jual-beli, yang hingga sekarang belum diatur dalam
undang-undang tersendiri.
MLM tunduk pada aneka peraturan perundang-undangan
yang tersebar di berbagai sumber, meliputi Buku Ketiga Bab Kelima KUH Perdata tentang Jual-Beli, UU
8/1999 tetang Perlindungan Konsumen, dan Kepmenperindag No. 73/MPP/Kep/3/2000 tanggal
20 Maret 2000 tentang Ketentuan Usaha Penjualan Berjenjang sebagaimana diubah dengan
Permenprindag No. 13/M-DAG/PER/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung.
Secara praktis serta hukum, harus dibedakan antara MLM dengan
sempalannya yang merusak citra MLM, yaitu sistem penjualan dengan Skema
Piramida, “Arisan Uang Berantai”, atau Money Game yang kental bermuatan
untung-untungan (judi). Anda patut berhati-hati apabila menemui penjualan yang
dicirikan marketing plan-nya berbentuk piramida, binary, atau money game. Di
banyak negara, bentuk “penjualan” terakhir ini sudah dilarang. Sedangkan di
Indonesia, sudah ada usaha-usaha untuk mengajukan RUU Antipiramid.
Kharakteristik sistem penjualan skema piramida (money game),
penghasilan diperoleh dari berapa banyak merekrut orang (rekruting anggota) dan
bukannya dari penjualan barang atau jasa; biaya pendaftaran (keanggotaan) relatif
besar dengan membeli paket barang; pendaftaran keanggotaan boleh berkali-kali
dengan “membeli Kavling”; tidak ada program pembinaan anggota (mitra usaha);
dan produk tidak bisa dibeli kembali (tidak ada buy back policy) apabila anggota mengundurkan diri; dan kalaupun
ada produk hanya kedok (kamuflase) belaka karena tujuan sebenarnya adalah
menjaring uang melalui pendaftaran anggota; serta promotor skema piramida tak
jarang adalah ahli psikologi kelompok.
Waspada apabila penjaringan anggota penuh dengan iming-iming
menggiurkan, bisa dapat uang banyak (kaya raya) tanpa kerja keras, apalagi
kalau diiringi trik penipuan atau pemerasan (ini jelas tindak pidana, Pasal
383, Pasal 384, dan Pasal 368 s/d Pasal 371 KUHP). MLM merupakan penjualan
langsung barang dan/atau jasa, yang otomatis mensyaratkan kerja keras agar
berhasil.
Dalam MLM, setiap jaringan di atas (up line) sangat berkepentingan membina dan meningkatnya kualitas
dari para jaringan di bawahnya (downline-nya),
kesuksesan seorang Mitra Usaha dapat terjadi jika downline-nya sukses. Keberhasilan up line ikut ditentukan dari keberhasilan down line.
Konsumen atau mitra usaha yang dirugikan dapat saja mengadu ke
kepolisian, Deperindag cq. Direktorat Jenderal Perdangan Dalam Negeri atau
Disperindag setempat; Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (seperti
YLKI) setempat; gugat perdata ke Pengadilan Negeri; mengadu ke Badan Perlindungan
Konsumen (BPSK) setempat; atau mengadu ke Administrator Kode Etik (AKE) APLI.
Jika konsumen atau mitra usaha ragu, sesuai himbauan dalam website
APLI (www.apli.or.id), dapat
menghubungi Sekretariat APLI di Jl. Alam Segar VII/21 Pondok Indah Jakarta
12310 Telp. (021) 7513704 Fax. (021) 75914049.Demikian jawaban kami. Semoga puas dan bermanfaat. Terima kasih atas
pertanyaannya.[SUTOMO, S.H.]
KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN
ADVOKAT & KONSULTAN HUKUMTindak pidana korupsi, ketenagakerjaan, hukum bisnis, perkawinan, dan tata usaha negara. Advokat PERADI (NIA 07.11029), alumni dengan yudisium Cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, dengan minat yang luas dan aktif sebagai penulis di media massa. Jl. R…
Ironis, Kebenaran Formil Jadi "Raja" Dalam Perkara Pidana
Aturan Safety Riding Lampu Siang Hari
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Salah Paham Terhadap Praktik Outsourcing
Pengeritik Kok Disuruh Cari Solusi