Add your business to ZipLeaf for free!
 Indonesia Business Directory
Advokat dan Mafia Hukum

By KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

09/29/2010 Oleh SUTOMO Di tengah heboh kasus Gayus Tambunan, ternyata ada seorang advokat Haposan Hutagalung yang diduga terseret jejaring mafia pajak. Tak lama berselang, dalam kasus berbeda, tertangkap tangan advokat Adner Sirait saat menyuap hakim Ibrahim.

Terlepas bahwa kasus mafia hukum yang menyeret kedua advokat di atas belum berkekuatan hukum tetap; kenyataan dunia advokat sering tercemar karena oknum-oknumnya berkubang dalam lumpur penyuapan, bukan perkara baru.

Tulisan ini mencoba mengambarkan mengapa profesi advokat sangat rentan terseret dalam arus praktek mafia hukum. Kemudian mencoba mengkonstruksi mengapa penegakan hukum dan kode etik sulit dilakukan pada para sampah-sampah dunia hukum ini.

Kendala internal

Setiap profesi, termasuk advokat, berlandaskan pada setidaknya dua aspek penting dalam menjalankan pekerjaannya, yaitu landasan intelektualitas dan etika profesi. Tidak mungkin seorang advokat bisa profesional jika ia tidak intelek, pembelajar, terampil dan tangkas dibidang hukum. Pun tidak mungkin bisa profesional jika dalam menjalankan profesinya tidak berpegang pada kode etik profesi.

Implikasi dalam praktek ternyata cukup serius. Advokat yang tidak intelek, tidak cakap membangun argumen hukum dalam pembelaannya, seperti eksepsi, pledoi, duplik, gugatan atau jawab-menjawab di pengadilan, serta tidak menguasai teknis hukum acara, cenderung akan menjadi penyuap.

Logika saja. Bagaimana mungkin bisa membela kliennya, sedangkan membuat pledoi saja tidak mampu. Juga tidak paham konstruksi hukum dari kasus yang sedang dihadapi kliennya. Akhirnya, ya, menempuh jalan pintas. Menyuap.

Profesi yang dikatakan terhormat (officium nobile) ini adalah dunia untuk orang-orang cerdas dan cekatan. Advokat dituntut tidak saja menguasai perkembangan teori hukum tapi juga praktek hukum. Tanpa penguasaan teori dan praktek hukum, seorang advokat akan menjadi ‘advokat biasa-biasa saja’.

Yang terjadi, advokat sering menjadi profesi pelarian. Bukan profesi pilihan. Setelah tidak lulus sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta, terpaksa kecemplung dalam dunia advokat. Bisa dibayangkan bagaimana kelak jadinya. Lahirlah advokat-advokat pragmatis dan tanpa ideologi.

Di fakultas hukum pun, mata kuliah praktisi hukum seperti advokat cenderung kurang diminati. Hal ini ditambah pemahaman sekalangan dosen yang memandang sebelah mata pada profesi ini. Bahkan sinis kepada advokat yang membela kasus-kasus korupsi. Singkat kata, tidak paham peran dan fungsi advokat dalam kerangka negara hukum secara keseluruhan.

Advokat tidak hanya membela kepentingan hukum kliennya. Tapi keberadaannya juga menjadi penyeimbang dan alat kontrol eksternal bagi organ-organ negara lainnya. Sehingga dikatakan bahwa advokat merupakan penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), selain mahkamah konstitusi. Maka tidak heran, yang pertama-tama mempersoalkan perbudakan di AS adalah advokat, bahkan pada saat di sebagian negara bagian justru dilegalkan.

Namun demikian, pentingnya kecakapan dan internalisasi ideologi profesi tidaklah bisa berdiri sendiri. Advokat yang cakap dibidangnya tapi tidak memegang etika profesi akan menjadi sangat berbahaya. Penyuap-penyuap kelas berat adalah advokat-advokat yang cerdas.

Saya sering mengutip pernyataan Don Corleone, seorang gembong mafia Sicilia di New York, AS, seorang tokoh rekaan Mario Puzo dalam bukunya The Godfather (2007). Kepada penasehatnya, Tom Hagen, Don Corleone mengatakan, “Seorang ahli hukum dengan tasnya mampu mencuri jauh lebih banyak dari pada seribu orang dengan topeng dan pistol di tangannya”. Pada intinya, Don Corleone menyarankan kalau mau menjadi rampok besar maka jadilah seorang ahli hukum (lawyer).

Susahnya, penegakan kode etik profesi advokat di Indonesia nyaris utopia. Ini karena pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kode etik tidak bisa maksimal oleh sebab belum adanya kesatuan organisasi advokat.

Jika Haposan Hutagalung dan Adner Sirait kelak terbukti dan dipecat sebagai advokat karena terlibat korupsi dan melanggar kode etik. Yang bersangkutan bisa kembali eksis menjalankan profesi advokat dengan cara lompat pagar menjadi anggota organisasi advokat lainnya.

Itulah latar belakang empiris mengapa setiap profesi yang memiliki kode etik seperti advokat, dokter, wartawan, dan lainnya, idealnya harus tergabung dalam wadah tunggal. Tanpa wadah tunggal, mustahil kode etik bisa ditegakkan dengan maksimal.

Kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi tidak berlaku pada pekerjaan-pekerjaan yang tergolong sebagai profesi yang memiliki kode etik. Ini yang tidak dipahami oleh beberapa advokat senior yang, sebagian, terkesan hobi membentuk organisasi tandingan saat merasa kecewa dengan organisasi lama.

Kendala eksternal

Sangat disesalkan, negara justru terkesan tidak mendukung wadah tunggal profesi advokat yang diamanatkan UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Buktinya, tidak ada pernyataan dan sikap tegas organ negara lain terkait penegakan hukum, seperti Presiden, Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kepala Polri, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; bahwa PERADI sebagai wadah tunggal Advokat Indonesia. Bahkan, Mahkamah Agung (MA) justru mengeluarkan surat tertanggal 1 Mei 2009 yang menginstruksikan seluruh Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia untuk tidak mengambil sumpah advokat sampai kalangan advokat bersatu.

Dengan surat itu, sekelebatan MA seperti mendukung wadah tunggal advokat. Akan tetapi implikasi surat tersebut dalam praktek justru bertolak belakang. Dalam kenyataannya, mana mungkin advokat bisa sukarela bersatu. Sejarah mencatat, hingga saat ini, advokat tidak pernah bisa disuruh sukarela bersatu. Advokat harus ‘dipaksa’ untuk bersatu, baru bisa.

Instrumen hukum untuk ‘memaksa’ kalangan advokat bersatu dalam wadah tunggal adalah UU Advokat tersebut di atas yang, sayangnya, dinegasikan oleh MA.

Berbeda dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui putusan perkara No.014/PUU-IV/2006, MK telah menyatakan PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan PERADI merupakan organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri, yang juga melaksanakan fungsi negara.

Dari uraian di atas terlihat bahwa ketiadaan wadah tunggal advokat menyulitkan internal advokat mendisiplinkan anggotanya. Sehingga jangan berharap terlalu muluk kalangan advokat bisa membersihkan internal mereka sendiri dari sampah-sampah hukum bernama makelar kasus atau mafia hukum.

(*) Penulis Advokat/Praktisi Hukum di Padang. Artikel ini telah dimuat di Harian PADANG EKSPRES tgl 15 April 2010.

About This Author

KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

ADVOKAT & KONSULTAN HUKUMTindak pidana korupsi, ketenagakerjaan, hukum bisnis, perkawinan, dan tata usaha negara. Advokat PERADI (NIA 07.11029), alumni dengan yudisium Cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, dengan minat yang luas dan aktif sebagai penulis di media massa. Jl. R…

Read More »

More Articles From This Author

Ironis, Kebenaran Formil Jadi "Raja" Dalam Perkara Pidana

01/27/2012 Oleh Sutomo (*) Ini kisah nyata. Seorang hakim ketua terlihat tenang tanpa beban sedikit pun, hanya bisik-bisik sebentar dengan kedua hakim anggota di kiri dan kanannya, lalu berkata: “Ya, sudah, kami vonis saudara lima tahun, sama dengan tuntutan jaksa.” Tok! Palu hakim diketok.... Read More »

Lucunya Hukum di Negeri Ini

10/21/2011 Oleh : SutomoPraktisi Hukum Padang Ekspres • Jumat, 16/09/2011 Seorang sejawat senior saya, advokat Virza Benzani, tak habis-habisnya heran melihat realita persidangan di pengadilan kita. Suatu hari ia bercerita soal pengamatannya atas persidangan kasus korupsi. Bagaimana seorang panitera... Read More »

MLM v Money Game

11/15/2010 Seri Konsultasi HukumMLM vs Money Game TANYA: Pengasuh Konsultasi Hukum Yth, saya mahasiswa baru yang seperti rekan mahasiswa baru lainnya, diajak oleh senior ikut multi-level marketing (MLM). Kami harus setor Rp 2 juta. Selain itu, ada kewajiban untuk mencari down line dan target penjua... Read More »

Perjanjian Baku Leasing

11/15/2010 Seri konsultasi hukum Perjanjian Baku LeasingTANYA: Bapak pengasuh konsultasi hukum yth, setahun yang lalu saya membeli kendaraan bermotor dengan memanfaatkan jasa pembiayaan (leasing). Sebulan yang lalu, kendaraan bermotor tersebut ditarik secara sepihak oleh perusahaan leasing dengan alasa... Read More »

Pengembalian Uang Korupsi

11/15/2010 Seri konsultasi hukumPengembalian Uang Korupsi TANYA: Bagaimana seandainya uang yang dituduhkan aparat sebagai korupsi dikembalikan ke kas negara. Kebetulan jumlahnya tidak banyak. Bukan berarti mengakui korupsi. Hanya upaya menghindari proses hukum yang panjang dan melelahkan serta menganca... Read More »

Aturan Safety Riding Lampu Siang Hari

11/14/2010 Seri konsultasi hukumAturan Safety Riding Lampu Siang Hari TANYA: YTH Pengasuh Konsultasi Hukum. Bagaimana sebenarnya ketentuan hukum mengenai lajur kiri dan menghidupkan lampu sepeda motor pada siang hari? Apa tindakan kami terhadap petugas Polisi Lalu Lintas (Polantas) menilang pengendara se... Read More »

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

11/14/2010 Seri konsultasi hukumPersetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)TANYA: YTH Pengasuh Konsultasi Hukum. Saya langsung disodori formulir persetujuan tindakan medik oleh resepsionis pada saat baru saja sampai dan mendaftarkan adik yang sakit di salah satu rumah sakit swasta di Kota Padang. Yang sa... Read More »

Penganiayaan Tahanan

11/14/2010 Seri konsultasi hukumPenganiayaan Tahanan TANYA: Bagaimana ketentuan hukum pemeriksaan tersangka. Mengapa ada penyidikan dalam perkara pidana menggunakan kekerasan fisik untuk memperoleh keterangan atau pengakuan dari tersangka? Ini saya tanyakan karena sejak hari kedua anak saya ditahan hing... Read More »

Salah Paham Terhadap Praktik Outsourcing

09/29/2010 Oleh SUTOMO Pada awal tahun 2006 yang lalu terjadi unjuk rasa besar-besaran para buruh menentang rencana revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Pada saat itu, para demonstran menganggap UUK sudah relatif cukup melindungi buruh, sehingga mereka menentang rencan... Read More »

Pengeritik Kok Disuruh Cari Solusi

09/29/2010 Oleh SUTOMO G E L I saat membaca artikel di halaman satu harian SINGGALANG bertajuk "Kaum Terdidik Mencaci Bangsa Sendiri" (19/8). Disebutkan seorang psikolog dari RSJ HB Sa’anin (Kuswardani Susari Putri) dan sosilog dari Unand (Prof Damsar) menanggapi kecenderunga... Read More »

Kultur Mafia Hukum

09/29/2010 Oleh SUTOMO Betapa menyebalkannya kelakuan para mafia hukum itu. Inilah sepenggal kisahya. Lewat tengah malam waktu Padang, saya ditelepon seorang kenalan di kota X. Yang mengabarkan adiknya, usia SMP dan putus sekolah, ditangkap polisi dengan sangkaan mencuri kotak infa... Read More »

Markus Kelas Teri

09/29/2010 Oleh SUTOMO Ada satu asas (maxim) dalam dunia makelar kasus (markus). Yakni, bahwa markus kelas teri akan akan memangsa tangkapan yang kecil-kecil. Sebaliknya, markus kelas kakap (big fish) akan memangsa tangkapan kelas kakap juga. Namun, keduanya, semata soal ukuran tangk... Read More »

"Whistleblower" Masuk Karung

09/29/2010 Oleh SUTOMO Andai penulis melihat praktik korupsi saat ini, entah di instansi lain atau di institusi sendiri, rasanya berpikir seribu kali sebelum melaporkannya ke penegak hukum. Bahkan, setelah berpikir seribu kali pun, bisa jadi akhirnya urung melapor. Mengapa? Hitu... Read More »

Menghapus Remisi Koruptor

09/29/2010 Oleh SUTOMO Pemberian remisi (pengurangan masa pidana) bisa saja dihapuskan. Syaratnya, tujuan pemidanaan dan konsep pemasyarakatan diubah dulu, dari pembinaan diubah menjadi balas dendam. Dalam konsep terakhir ini, tidak boleh ada remisi sekalipun terpidana berkelakuan... Read More »

Malapraktik Profesi Hukum

09/29/2010 Oleh SUTOMOMengapa jika jaksa yang diperiksa polisi harus izin Jaksa Agung, contohnya jaksa kasus Gayus Halomoan Tambunan. Sedangkan advokat bisa langsung ditangkap dan ditahan tanpa izin Ketua Peradi, contohnya advokat Manatap Ambarita. Padahal, advokat dan jaksa... Read More »