03/03/2011 Artikel ini ditulis oleh Silvan Prayogo dan dimuat di koran Suara Merdeka pada 2010
URL: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/03/25/103298/Perlunya-Tes-Kesehatan-sebelum-Menikah
PARA ahli jiwa Amerika Serikat meneliti penyebab tingginya angka perceraian yang mencapai lebih dari 50% pernikahan. Mereka menyimpulkan penyebabnya karena kurangnya keterbukaan membicarakan suatu masalah saat pranikah. Salah satu pihak merasa "tertipu" karena ada hal buruk tersembunyi saat berpacaran sehingga memicu konflik ketika menjadi pasangan suami istri.
Para ahli tersebut menganjurkan sebaiknya sebelum melangsungkan per-nikahan, segala masalah dibicarakan dengan terbuka dan jujur, sehingga kedua pihak menemukan cara mengantisipasi atau menghindari perceraian.
Keterbukaan saat pacaran bisa mengundang perselisihan. Namun, perselisihan bisa menjadi cara untuk mengetahui sifat asli pasangan. Bagaimana memancing "perselisihan bermutu" saat berpacaran? Salah satunya dengan berdiskusi mengenai tes kesehatan pranikah (pre-marital check-up).
Diskusi tes kesehatan pranikah menyangkut sifat keterbukaan, kejujuran, tanggung jawab terhadap pasangan maupun anak yang akan dilahirkan, rahasia keluarga (penyakit keturunan), beban biaya medis setelah menikah (biaya kesehatan cenderung mahal), hobi atau perilaku buruk masa lalu (seks bebas, pengguna narkoba), dan sifat asli yang muncul saat berdiskusi (egois, mudah tersinggung, dll).
Dengan adanya penyakit HIV/AIDS, pernikahan tidak hanya berisiko bubar, namun juga mengancam jiwa pasangan dan anak. Tes kesehatan pranikah meliputi:
1. Tes kesehatan umum seperti USG, X-ray, tes laboratorium, dan sebagainya.
2. Tes penyakit hubungan seksual (PHS).
3. Tes persiapan kehamilan (TORCH dan lain-lain)
4. Tes kesuburan
5. Tes genetika.
Dari hasil tes pranikah bisa dibayangkan implikasi atau akibat dari penyakit yang ditemukan jika pernikahan diteruskan. Hasil-hasil tes bisa membuka "topeng" yang terpasang rapi saat berpacaran.
Ada contoh kasus pasangan yang kecewa karena tidak melakukan tes pra nikah sebagai berikut:
1. Seorang ibu hamil mengalami keputihan yang ternyata hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa dia menderita beberapa jenis penyakit hubungan seksual (PHS).
2. Seorang istri yang kecewa di malam pertama karena ternyata pihak suami sudah lama menderita diabetes dan mengalami gangguan ereksi (impoten).
Selain itu, untuk mengetahui penyakit keturunan/genetik bisa dengan pemeriksaan kromosom atau berkonsultasi dengan ahli genetika. Sedangkan pemeriksaan kesuburaan (fertilitas) bisa dilakukan dengan analisa sperma, tes hormon, dan lain-lain.
Tak kalah penting adalah pemeriksaan penyakit menular seperti pemeriksaan TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, CMV, dan Herpes Simplex Virus), HIV, Hepatitis B dan C, dan PHS seperti syphilis (tes VDRL dan TPHA), Gonorrhea (GO), dan sebagainya. Bahan pemeriksaan penyakit hubungan seksual bisa meliputi darah, lendir vagina, atau cairan prostat.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahayanya penyakit menular yang bisa berakibat serius pada janin yang dikandung seperti Toxoplasmosis, Rubella, Hepatitis B Virus (HBV), Herpes Simplex Virus type 2, dan Syphilis.
Toxoplasmosis Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman parasit bersel satu (protozoa) bernama Toxoplasma gondii. Sekitar 80-90% infeksi Toxoplasma tidak bergejala (asymptomatic).
Gejala infeksinya-pun bisa mirip flu yaitu demam dan sakit tenggorokan. Wanita yang menantikan kehamilan ditekankan agar mewaspadai Toxoplasmosis karena penularan ke fetus bisa menyebabkan keguguran atau cacat lahir seperti kebutaan.
Penelitian menunjukkan bahwa Toxoplasma sering ditemukan pada hewan peliharaan terutama kucing. Penularan terjadi ketika manusia menyentuh kotoran atau tanah bekas kotoran hewan peliharaan. Risiko infeksi juga meningkat ketika mengonsumsi daging mentah atau kurang masak. Infeksi dapat dicegah dengan menjaga kebersihan dan kesehatan hewan peliharaan, mengenakan sarung tangan saat membersihkan kotoran hewan, mencuci tangan setelah menyentuh tanah, dan menghindari konsumsi daging yang kurang masak. Wanita hamil seharusnya menjauhi kotoran hewan peliharaan. Toxoplasma yang terdeteksi sebelum kehamilan bisa segera diobati sehingga mencegah penularan ke fetus.
Rubella Rubella atau campak Jerman (German measles) adalah infeksi virus yang umumnya menyerang anak-anak. Infeksi Rubella biasanya tidak berbahaya dan virus akan hilang dengan sendirinya. Penderita bahkan belum tentu mengalami gejala apapun. Kekebalan terhadap Rubella diperoleh setelah sembuh dari infeksi. Gejala Rubella mudah terlewatkan karena bisa mirip flu yaitu batuk, pilek, sakit tenggorokan, sakit kepala, pegal-pegal, dan demam.
Penularan Rubella adalah melalui udara (airborne) ketika penderita batuk. Walaupun tidak tergolong berbahaya, virus Rubella bisa berakibat fatal pada janin. Ibu yang terinfeksi Rubella bisa menularkan virus tersebut ke janin yang dikandungnya sehingga menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS) saat lahir.
Dampak CRS antara lain kelainan jantung, gangguan pengelihatan atau pendengaran. CRS juga bisa menyebabkan kelahiran prematur. Maka pemeriksaan Rubella sangat dianjurkan pada wanita sebelum hamil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, calon ibu kemungkinan akan dianjurkan oleh dokter agar menerima vaksinasi Rubella dan menunda kehamilan selama tiga bulan setelah vaksinasi untuk mencegah infeksi Rubella saat hamil.
Hepatitis B Virus (HBV)
HBV menyerang liver dan bisa menyebabkan sirosis (pengerasan pada liver), kanker, gagal fungsi liver, dan kematian. Gejala infeksi HBV adalah perubahan warna kulit dan bola mata menjadi kuning (jaundice), sakit perut, nafsu makan hilang, mual, dan sakit sendi. Penularan bisa terjadi melalui hubungan seks bebas, konsumsi narkoba dengan jarum suntik bekas, cuci darah (hemodialysis), atau dari ibu ke janin yang dikandung. Ibu hamil yang tidak menyadari dirinya terinfeksi HBV bisa menularkan HBV kepada janinya dengan 90% risiko penularan.
Infeksi HBV bisa dicegah dengan vaksinasi Hepatitis B, menghindari perilaku seks bebas, menghindari narkoba atau tato kulit, dan menghindari pinjam-meminjam peralatan pribadi yang kemungkinan pernah bersentuhan dengan darah seperti pisau cukur dan sikat gigi.
Infeksi HBV dideteksi dengan tes HBsAg pada darah. Ibu hamil dengan HBsAg positif harus menyediakan Hepatitis B Immuno Globulins (HBIG) dan vaksin untuk bayinya yang harus disuntikan dalam waktu 12 jam setelah dilahirkan.
Genital Herpes Simplex Virus (HSV type 2)
Infeksi HSV 2 adalah penyakit hubungan seksual (PHS) dengan masa inkubasi rata-rata 7 hari setelah hubungan seks. HSV 2 bisa ditularkan ketika bersentuhan dengan air liur, cairan di alat kelamin, atau luka pada kulit pengidap HSV.
Tanda-tanda infeksi HSV 2 berupa luka-luka pada kulit (lesi) di sekitar alat kelamin yang akan sembuh setelah sekitar tiga minggu dan bisa muncul lagi di lain waktu (recurrence). HSV 2 dapat ditularkan dari ibu ke bayi saat melahirkan dan mungkin pula mengakibatkan keguguran atau cacat mental. Risiko penularan ke bayi meningkat jika terdapat lesi di sekitar liang vagina. Hingga saat ini belum ada obat untuk menghilangkan HSV 2. Namun obat seperti Acyclovir biasanya diberikan untuk menekan pertumbuhan, mencegah recurrence, dan meminimalkan penyebaran virus.
Syphilis Syphilis adalah salah satu PHS yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Bakteri ini sangat sensitif terhadap cahaya, udara, dan perubahan suhu udara. Maka penularan syphilis tidak bisa terjadi karena menggunakan kakus, kamar mandi, baju, atau peralatan makan yang digunakan oleh penderita syphilis. Penularan bisa terjadi dengan berciuman, bersentuhan dengan luka kulit penderita syphilis, transfusi darah, atau penularan ke fetus melalui aliran darah ke plasenta.
Luka syphilis bisa tersembunyi di dalam liang vagina atau dubur sehingga penderita tidak menunjukkan tanda-tanda apapun dari luar. Luka syphilis mempermudah masuknya virus HIV. Maka HIV sering ditemukan pada pasien syphilis dan sebaliknya.
Syphilis yang tidak diobati pada tahap primary dan secondary akan memasuki tahap latent. Latent syphilis tidak menunjukkan gejala apapun hingga penyakit memasuki tahap ke-tiga (tertiary) yang berbahaya.
Tertiary syphilis bisa menyebabkan inflamasi otak, kelumpuhan, gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan jantung, dan bahkan kematian. Gejala tertiary syphilis bisa muncul bertahun-tahun kemudian sejak infeksi pertama.
Syphilis yang ditularkan dari ibu ke anak bisa menyebabkan keguguran atau gangguan pendengaran dan penglihatan, atau abnormalitas tulang dan gigi pada bayi. Maka pendeteksian dini infeksi syphilis pada calon pasutri sangat penting terutama karena mudah diobati selama masih pada tahap-tahap awal. Syphilis diobati dengan antibiotik Penicillin.
Namun harus diingat bahwa kekebalan terhadap syphilis tidak akan didapat setelah sembuh. Risiko terinfeksi ulang karena perilaku seks bebas tetap ada.(13)
Silvan Prayogo MSc. Pakar Biokimia dan Biologi Molekuler. Konsultan Bioteknologi Mitra Laboratorium Klinik
Mitra Laboratorium Klinik (www.mitralab.com) adalah penyedia pelayanan kesehatan/medis swasta di Semarang sejak 1994. Mitra Laboratorium Klinik (Mitralab) melayani diagnostik medis seperti tes darah, tes urin, imunologi (contoh: HIV, Hepatitis, Dengue, Salmonella), analisa kimia klinis (contoh: kole…
Kesehatan Jantung Anda: 13 Hal Yang Semua Orang Harus Ketahui
Sakit Tumit dan Telapak Kaki Hilang Dengan ESWT
Sinar Laser Untuk Kulit Cantik
Penyembuhan Wasir Tanpa Operasi
ESWT untuk Nyeri Sendi Tanpa Operasi
Wasir? Jangan Buru-Buru Suntik atau Operasi