Add your business to ZipLeaf for free!
 Indonesia Business Directory
Salah Paham Terhadap Praktik Outsourcing

By KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

09/29/2010

Oleh SUTOMO
Pada awal tahun 2006 yang lalu terjadi unjuk rasa besar-besaran para buruh menentang rencana revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Pada saat itu, para demonstran menganggap UUK sudah relatif cukup melindungi buruh, sehingga mereka menentang rencana revisi UUK yang dimotori pengusaha dan pemerintah tersebut. Menariknya, pada waktu unjuk rasa yang sama, sebagian substansi UUK justru ditentang buruh, salah satunya adalah soal praktik outsourcing.


Ada anggapan sekalangan orang bahwa dengan outsourcing maka hak-hak pekerja menjadi tidak terlindungi dan bisa di PHK kapa saja tanpa pesangon. Buruh hanya dianggap komoditas dagangan. Habis manis sepah dibuang. Benarkah demikian?


Dengan pemahaman terhadap ruang lingkup dan manfaat bisnis outsourcing, kesalahpahaman demikian diharapkan berangsur dapat diminimalisasi atau diletakkan dalam kerangka yang lebih proporsional. Sebab, bisnis ini bukan saja berfaedah bagi dunia swasta, tetapi juga bagi badan-badan pemerintah.



Apa itu outsourcing

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar atau perusahaan penyedia jasa outsourcing (Chandra Suwondo, 2003: 3). Melalui pendelegasian tersebut, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing (Sehat Damanik, 2006: 2).


Dalam UUK sendiri tidak dijumpai definisi outsourcing. Tapi ada ketentuan yang mengatur substansi outsourcing, yakni mulai Pasal 64 s/d 66.


Menurut ketentuan Pasal 64 UUK, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Jadi, objek outsourcing meliputi pemborongan pekerjaan (outsourcing-produk) dan penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing-jasa).


Syarat pekerjaan yang di-outsourcing-kan sebagaimana ditentukan Pasal 64 UUK tersebut diatur Pasal 65 ayat (2) UUK, yaitu (i) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, (ii) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja, (iii) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan (iv) tidak menghambat proses produksi perusahaan secara langsung.


Sebetulnya, lembaga hukum outsourcing bukan hal baru. Outsourcing telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda dahulu. Buktinya, perihal outsourcing ini telah diatur dalam Pasal 1601b KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW). Hanya saja lembaga hukum versi BW ini berlaku umum untuk pekerjaan jangka pendek, tanpa pembatasan seperti halnya UUK. Dikatakan, “Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.”


Dengan demikian ada dua macam hukum yang menjadi landasan outsourcing, yakni (i) hukum administrasi negara sebagaimana diatur dalam UUK dan peraturan perundangan organik sebagai pelaksanaannya (yaitu Kepmenakertans No KEP-101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Kepmenakertrans No KEP-220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain); dan (ii) hukum perdata khususnya hukum perjanjian dalam KUH Perdata/BW.


Kemudian, terdapat tiga pihak atau subjek yang terlibat langsung dalam bisnis jasa outsourcing tersebut, yaitu (i) perusahaan pemberi pekerjaan, (ii) perusahaan penerima pekerjaan, dan (iii) pekerja dari perusahaan-perusahaan tersebut. Hubungan antara perusahaan pemberi kerja dan perusahaan penerima pekerjaan wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis.


Pekerja outsourcing sendiri hanya memiliki hubungan kerja dan karenanya digaji oleh perusahaan penerima pekerjaan. Hubungan kerja demikian tetap tunduk pada ketentuan hukum ketenagakerjaan sesuai perundangan yang berlaku. Bisa dituangkan dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu/PKWTT (untuk karyawan tetap), tapi umumnya dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT (untuk karyawan kontrak), tergantung kesepakatan para pihak.
Dalam kaitan ini, harus dibedakan antara dua jenis perusahaan pengerah jasa tenaga kerja, yaitu Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (PPJP/B). Perbedaan kedua jenis perusahaan tersebut adalah, PJTKI merupakan perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerjanya di luar negeri, sedangkan PPJP/B atau perusahaan outsourcing mempekerjakan pekerja/buruhnya hanya di dalam negeri.


Perbedaaan lainnya, pada perusahaan PJTKI, perjanjian kerja langsung ditandatangani oleh pekerja dan majikan, bukan oleh perusahaan yang mengerahkan tenaga kerja. Sebaliknya, pada PPJP/B, penandatanganan kontrak kerja bukan dilakukan oleh buruh dengan pemberi kerja, melainkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan penerima pekerjaan. Adapun persamaan keduanya, baik PJTKI maupun PPJP/B, hubungan kerja (hak dan kewajiban kedua belah pihak) harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

Manfaat outsourcing
Melalui lembaga hukum outsourcing, sebuah perusahaan dapat lebih fokus pada bisnis intinya (core business), sejalan dengan tuntutan globalisasi ekonomi yang menginginkan efisiensi, kecepatan dan kehandalan produk. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti, diserahkan pada pihak ketiga, seperti pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering), tenaga pengaman (security), penyediaan angkutan bagi pekerja, dan seterusnya.


Dengan outsourcing, pengusaha tidak perlu dipusingkan dengan urusan administrasi dan perencanaan pekerjaan di luar bisnis inti, pemutusan hubungan kerja (PHK), pesangon, tunjangan hari raya (THR), dan hak-hak pekerja lainnya.


Terbukti melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, termasuk survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1200 perusahaan, Outsourcing Institute mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing terhadap aktivitas-aktivitasnya dan potensi keuntungan apa saja yang diharapkan akan diperoleh (Richardus Eko Indrajit dkk, 2004: 4).


Potensi keuntungan itu adalah, meningkatkan fokus perusahaan, memanfaatkan kemampuan kelas dunia, mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering, membagi resiko, sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain, memungkinkan tersedianya dana kapital, menciptakan dana segar, mengurangi dan mengendalikan biaya operasi, memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri, dan memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.


Dari uraian di atas jelas bahwa lembaga hukum outsourcing sebenarnya dapat pula dimanfaatkan oleh badan-badan pemerintah. Dengan demikian tubuh birokrasi kita tidak perlu setambun sekarang. Setiap badan pemerintah hanya perlu memfokuskan diri pada core pelayanan sesuai pembidangan masing-masing saja, selebihnya di-outsourcing-kan kepada pihak swasta. Dengan langkah ini, bukan saja perampingan dan penghematan anggaran birokrasi dapat ditekan secara besar-besaran, tetapi juga dapat lebih menggeliatkan dunia usaha.

Persoalan hukum
Diantara banyak manfaat tersebut, bukan berarti outsourcing tidak menyisahkan persoalan hukum. Antara lain, ada kecenderungan perusahaan-perusahaan mempergunakan tenaga kerja dari perusahaan outsourcing untuk menghindari kewajiban membayarkan THR dan uang pesangon ketika terjadi PHK.


Pekerja yang di-outsourcing-kan oleh PPJP/B kepada pemberi kerja, mungkin juga makan hati. Betapa tidak, mereka diharuskan bekerja sesuai perintah kerja yang diberikan oleh pemberi kerja, akan tetapi gaji mereka dipotong sebagai komisi oleh PPJP/B dan baru sisanya diberikan PPJP/B kepada pekerja dan itupun biasanya tidak transpran. Belum lagi kalau mempertimbangkan jenis pekerjaan yang di-outsourcing-kan biasanya sangat monoton, sehingga kecil sekali peluang penambahan keahlian atau keterampilan para pekerja.


Pada bagian lain, PPJP/B juga sama sekali tidak menyediakan jaminan atas hak-hak pekerja pasca berakhirnya hubungan kerja. Pada umumnya pekerja hanya mendapatkan upah selama mereka bekerja, sedangkan apabila telah berhenti, tidak diberikan pesangon dan hak-hak lainnya meskipun masa kerja mereka telah berlangsung lama. Hal ini tidak terlepas dari hubungan kerja antara pekerja dengan PPJP/B yang biasanya diikat dengan PKWT atau karyawan kontrak.


Kurangnya perlindungan bagi pekerja/buruh telah membuat pandangan masyarakat menjadi negatif terhadap PPJP/B, sehingga ada sebutan perusahaan perdagangan manusia terhadap perusahaan tersebut. Pekerja diperlakukan layaknya komoditas, yang hanya diperhatikan pada saat diperlukan, dan dibuang pada saat sudah tidak lagi memberikan manfaat bagi perusahaan.


Karena itu, perbaikan terhadap lembaga hukum outsourcing dimungkinkan, dengan catatan sepanjang tidak mengubah substansi pokoknya sebagai lembaga hukum untuk pekerjaan yang bersifat borongan di luar bisnis inti. Dan, patut ditambahkan, outsourcing muncul dari kebutuhan praktik bisnis, sehingga bila lembaga hukum ini dimodifikasi secara kebablasan, misalnya pekerjanya harus jadi karyawan tetap, maka substansi outsourcing menjadi berbeda sama sekali dan karenanya tidak menarik lagi dari sisi bisnis. Bukan berarti menutup kemungkinan penghapusan ketentuan outsourcing dalam UUK, dan selanjutnya diserahkan saja pada praktik bisnis, yaitu tunduk pada ketentuan hukum keperdataan dalam BW.(*)

(*) Penulis Advokat/Praktisi Hukum di Padang. Artikel ini telah dimuat di Harian Independen SINGGALANG, 4/3/2008.

About This Author

KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

KANTOR HUKUM SUTOMO, S.H. & REKAN

ADVOKAT & KONSULTAN HUKUMTindak pidana korupsi, ketenagakerjaan, hukum bisnis, perkawinan, dan tata usaha negara. Advokat PERADI (NIA 07.11029), alumni dengan yudisium Cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, dengan minat yang luas dan aktif sebagai penulis di media massa. Jl. R…

Read More »

More Articles From This Author

Ironis, Kebenaran Formil Jadi "Raja" Dalam Perkara Pidana

01/27/2012 Oleh Sutomo (*) Ini kisah nyata. Seorang hakim ketua terlihat tenang tanpa beban sedikit pun, hanya bisik-bisik sebentar dengan kedua hakim anggota di kiri dan kanannya, lalu berkata: “Ya, sudah, kami vonis saudara lima tahun, sama dengan tuntutan jaksa.” Tok! Palu hakim diketok.... Read More »

Lucunya Hukum di Negeri Ini

10/21/2011 Oleh : SutomoPraktisi Hukum Padang Ekspres • Jumat, 16/09/2011 Seorang sejawat senior saya, advokat Virza Benzani, tak habis-habisnya heran melihat realita persidangan di pengadilan kita. Suatu hari ia bercerita soal pengamatannya atas persidangan kasus korupsi. Bagaimana seorang panitera... Read More »

MLM v Money Game

11/15/2010 Seri Konsultasi HukumMLM vs Money Game TANYA: Pengasuh Konsultasi Hukum Yth, saya mahasiswa baru yang seperti rekan mahasiswa baru lainnya, diajak oleh senior ikut multi-level marketing (MLM). Kami harus setor Rp 2 juta. Selain itu, ada kewajiban untuk mencari down line dan target penjua... Read More »

Perjanjian Baku Leasing

11/15/2010 Seri konsultasi hukum Perjanjian Baku LeasingTANYA: Bapak pengasuh konsultasi hukum yth, setahun yang lalu saya membeli kendaraan bermotor dengan memanfaatkan jasa pembiayaan (leasing). Sebulan yang lalu, kendaraan bermotor tersebut ditarik secara sepihak oleh perusahaan leasing dengan alasa... Read More »

Pengembalian Uang Korupsi

11/15/2010 Seri konsultasi hukumPengembalian Uang Korupsi TANYA: Bagaimana seandainya uang yang dituduhkan aparat sebagai korupsi dikembalikan ke kas negara. Kebetulan jumlahnya tidak banyak. Bukan berarti mengakui korupsi. Hanya upaya menghindari proses hukum yang panjang dan melelahkan serta menganca... Read More »

Aturan Safety Riding Lampu Siang Hari

11/14/2010 Seri konsultasi hukumAturan Safety Riding Lampu Siang Hari TANYA: YTH Pengasuh Konsultasi Hukum. Bagaimana sebenarnya ketentuan hukum mengenai lajur kiri dan menghidupkan lampu sepeda motor pada siang hari? Apa tindakan kami terhadap petugas Polisi Lalu Lintas (Polantas) menilang pengendara se... Read More »

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

11/14/2010 Seri konsultasi hukumPersetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)TANYA: YTH Pengasuh Konsultasi Hukum. Saya langsung disodori formulir persetujuan tindakan medik oleh resepsionis pada saat baru saja sampai dan mendaftarkan adik yang sakit di salah satu rumah sakit swasta di Kota Padang. Yang sa... Read More »

Penganiayaan Tahanan

11/14/2010 Seri konsultasi hukumPenganiayaan Tahanan TANYA: Bagaimana ketentuan hukum pemeriksaan tersangka. Mengapa ada penyidikan dalam perkara pidana menggunakan kekerasan fisik untuk memperoleh keterangan atau pengakuan dari tersangka? Ini saya tanyakan karena sejak hari kedua anak saya ditahan hing... Read More »

Pengeritik Kok Disuruh Cari Solusi

09/29/2010 Oleh SUTOMO G E L I saat membaca artikel di halaman satu harian SINGGALANG bertajuk "Kaum Terdidik Mencaci Bangsa Sendiri" (19/8). Disebutkan seorang psikolog dari RSJ HB Sa’anin (Kuswardani Susari Putri) dan sosilog dari Unand (Prof Damsar) menanggapi kecenderunga... Read More »

Advokat dan Mafia Hukum

09/29/2010 Oleh SUTOMO Di tengah heboh kasus Gayus Tambunan, ternyata ada seorang advokat Haposan Hutagalung yang diduga terseret jejaring mafia pajak. Tak lama berselang, dalam kasus berbeda, tertangkap tangan advokat Adner Sirait saat menyuap hakim Ibrahim. Terlepas bahwa ka... Read More »

Kultur Mafia Hukum

09/29/2010 Oleh SUTOMO Betapa menyebalkannya kelakuan para mafia hukum itu. Inilah sepenggal kisahya. Lewat tengah malam waktu Padang, saya ditelepon seorang kenalan di kota X. Yang mengabarkan adiknya, usia SMP dan putus sekolah, ditangkap polisi dengan sangkaan mencuri kotak infa... Read More »

Markus Kelas Teri

09/29/2010 Oleh SUTOMO Ada satu asas (maxim) dalam dunia makelar kasus (markus). Yakni, bahwa markus kelas teri akan akan memangsa tangkapan yang kecil-kecil. Sebaliknya, markus kelas kakap (big fish) akan memangsa tangkapan kelas kakap juga. Namun, keduanya, semata soal ukuran tangk... Read More »

"Whistleblower" Masuk Karung

09/29/2010 Oleh SUTOMO Andai penulis melihat praktik korupsi saat ini, entah di instansi lain atau di institusi sendiri, rasanya berpikir seribu kali sebelum melaporkannya ke penegak hukum. Bahkan, setelah berpikir seribu kali pun, bisa jadi akhirnya urung melapor. Mengapa? Hitu... Read More »

Menghapus Remisi Koruptor

09/29/2010 Oleh SUTOMO Pemberian remisi (pengurangan masa pidana) bisa saja dihapuskan. Syaratnya, tujuan pemidanaan dan konsep pemasyarakatan diubah dulu, dari pembinaan diubah menjadi balas dendam. Dalam konsep terakhir ini, tidak boleh ada remisi sekalipun terpidana berkelakuan... Read More »

Malapraktik Profesi Hukum

09/29/2010 Oleh SUTOMOMengapa jika jaksa yang diperiksa polisi harus izin Jaksa Agung, contohnya jaksa kasus Gayus Halomoan Tambunan. Sedangkan advokat bisa langsung ditangkap dan ditahan tanpa izin Ketua Peradi, contohnya advokat Manatap Ambarita. Padahal, advokat dan jaksa... Read More »